Capres Pencitraan vs Capres Gagasan

Eramuslim.com – Berkuasa itu nikmat. Segala privilege datang menghampiri. Kekuasaan juga membuka akses lebih besar bagi penggenggamnya untuk meraih nyaris apa saja yang diinginkan.

“Orang-orang yang bertamu itu bicara terus-terang kepada saya, bahwa motivasi mereka menjadi anggota DPR adalah untuk memperbaiki hidup. Jadi, mereka sebetulnya sama sekali tidak peduli dengan rakyat dan bangsa ini,” kata Amien Rais dalam obrolan bertiga yang santai suatu siang, di kediamannya di bilangan Jakarta Selatan. Oya, Amien menyebut beberapa nama beken yang cukup malang-melintang di Senayan sebagai orang yang dia maksudkan.

Dan, ternyata benar. Sebagai anggota DPR (juga DPRD) mereka bisa minta atau titip ini-itu kepada menteri, dirjen, dan direksi BUMN/BUMD. Mereka juga ‘berhak’ memperoleh jatah dari bagi-bagi rejeki saat ada bancakan APBN/APBD. Itulah pula yang menjelaskan, mengapa jumlah anggota Dewan yang berurusan dengan hukum jumlahnya mencapai ratusan orang.

Bayangkan, kalau menjadi anggota Dewan saja sudah legit begitu, bagaimana halnya dengan Presiden? Tentu hak-hak istimewa yang dinikmati jauh lebih besar dan lebih dahsyat. Dengan hanya ‘berdehem’ saja, para bawahan sudah harus bisa menerjemahkan keinginan sang Presiden, plus berusaha mewujudkannya, tentunya.

Kalau Presiden mengatakan, misalnya, saya suka lukisan ini, senang mobil yang itu, lahan yang di sebelah sana sepertinya bagus, atau ucapan-ucapan senada lain; tentu para hulubalang harus paham. Ujung-ujungnya, semua ucapan tadi segera berada dalam genggaman sang juragan dalam tempo yang tidak terlalu lama. Asyik, kan?

Minus Konten

Nikmatnya kekuasaan itulah yang membuat Pilpres jadi hiruk-pikuk. Banyak orang yang merasa pantas menjadi Capres atau Cawapres. Bermodal baliho yang tersebar di sudut-sudut strategis dan seabreg program pencitraan, mereka merasa layak ikut berlaga. Kalau ditanya, kelak kalau berkuasa mau ngapain, maka meluncurlah segala hal-hal normatif dan ideal yang mereka sebut sebagai visi-misi. Sepi dari konten, tidak ada substansi, miskin gagasan dan ide-ide besar.

Halaman selanjutnya →

Halaman 1 2 3

loading...

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.