Rindu dan Buku Harian


Malam sunyi yang kini menemani gadis cantik yang sedang sibuk menulis sesuatu dalam buku hariannya. Buku yang berisikan semua perasaan yang ia rasakan. Semuanya tertumpah pada satu buku yang bersampulkan gambar kartun kesukaannya.
Tok! Tok! Tok!
Tiba Tiba sebuah ketukan berbunyi. Gadis yang diketahui bernama Karina Qoirunisa pun membukakan pintu kamarnya.
“Ya, Kak? Ada apa?” Tanyanya dengan raut wajah yang bingung. “Disuruh makan sama Bunda. Jangan lama kalo disuruh makan!” Ucap Kak Qiqi tegas, tanpa senyum. Karina pun mengangguk, lalu kembali masuk ke kamarnya. “Eh! Ngapain masuk lagi?! Kan disuruh makan, bukan tidur!” Ucap Kak Qiqi sedikit berteriak dengan tatapan yang tajam. Karina menghela nafasnya kasar. “Kak Qiqi, Karina mau tutup buku Karina.. Kan kakak bilang sendiri kalo aku gak boleh jorok soal barang. Iya kan, Kak?” Tanya Karina dengan tatapan tak kalah tajam. “Ya.” Setelah mengatakan itu Kak Qiqi pun pergi turun menuju ruang makan. “Punya kakak kok galak banget!” Gerutu Karina pelan. Setelah menutup buku hariannya, Karina pun turun menuju ruang makan.

Image result for Rindu dan Buku Harian
“Kenapa sih anak anak Ayah mukanya pada tegang gitu? Berantem lagi?” Tanya Ayah pada kedua anaknya itu. “Kak Qiqi bentak adeknya lagi?” Tanya Ayah memperjelas. “Gak kok, Yah. Kak Qiqi tegas karena sayang dan peduli sama Karina. Jadi gak papa kalo Kak Qiqi sedikit bentak Karina, kalo emang itu bener..” Jawab Karina dengan senyum simpulnya. Ayah membalas. “Nah, itu tau!” Timpal Kak Qiqi tanpa melirik Karina dan orangtuanya sedikitpun. “Iya, tapi inget ya, Kak! Karina itu cewek bukan cowok! Kakak boleh keras sama adiknya, tapi jangan terkesan kamu protektif dan suka bentak bentak. Ngerti?” Tambah Bunda yang diangguki Kak Qiqi. “Ngerti gak?” Tanya Ayah ingin lebih memastikan. “Iya, Ayah..” Jawab Kak Qiqi dengan senyum yang dipaksakan. Ekspresinya membuat Karina dan yang lainnya tertawa. Sedangkan Kak Qiqi tidak.
Pagi ini Karina nampak lebih bercahaya dan ceria. Pasalnya hari ini adalah hari lahirnya. “Ini adalah hari lahir gue! Pokoknya gue gak boleh ceroboh!” Setelah mengucapkan kalimat itu, Karina pun turun menuju ruang makan.
“Bundaaa!” Teriak Karina yang diomeli kakaknya, Kak Qiqi. “Lo berisik banget sih! Lo itu cewek atau tarzan sih?! Ini itu rumah bukan hutan!” Omel Kak Qiqi dengan kedua tangan menutupi telinganya. “Terserah gue!” Timpal Karina tak peduli. “Udah, jangan berantem terus! Masih pagi. Mending cepet ke sini, sarapan!” Lerai Bunda dengan tangan yang sibuk dengan piring piring bersih.
Karina dan Kak Qiqi pun menurut. “Bun, Ayah mana?” Tanya Karina penasaran. “Ayah udah berangkat dari jam setengah 6 tadi. Kamu mau sarapan pake apa? Roti atau nasi goreng?” Ucap Bunda. “Oh. Roti aja deh, Bun..” Jawab Karina yang diangguki Bunda. “Kak Qiqi mau sarapan apa?” Tanya Bunda pada Kak Qiqi. “Nasi goreng.” Jawabnya singkat. “Dasar! Omongan lo pelit banget sih, Kak?! Setiap ngomong cuma Iya, enggak, ini, itu! Terus aja kayak gitu sampe tugu monas jadi berubah bentuk kayak melon!” Ucap Karina yang mulai jengah akan tingkah kakaknya yang dingin itu. “Terserah gue!” Jawab Kak Qiqi dingin, yang membuat Karina mengerang sebal. “Udah! Cepet di makan. Nanti kalian telat, loh!” Lerai sang Bunda lagi.
“Kak, tapi ada benernya juga loh kata adek kamu,” Tambah Bunda di tengah tengah Karina dan Kak Qiqi makan. Yang membuat Kak Qiqi mengerenyitkan dahinya. Kak Qiqi terdiam sejenak. “Yang mana? Yang tugu monas berubah bentuk jadi melon?” Tanya Kak Qiqi ingin memastikan. Bunda tertawa. “Wiiih… Bunda mau bangun monas juga di depan rumah?” Timpal Karina dengan nada suara ingin tertawa. Kak Qiqi juga nampak tertawa, meski pelan. “Bisa ketawa juga lo, Kak?” Tanya Karina meledek. “Ya, bisalah! Gue kan juga makhluk hidup!” Jawab Kak Qiqi sedikit sewot. “Iya kali aja, kan lo itu manusia yang nggak punya perasaan..” Ucap Karina yang sibuk melahap roti selai coklat miliknya. Kak Qiqi mendelik tajam ke arah Karina, yang diabaikan oleh adiknya itu. “Kak, serius deh. Kamu itu udah punya pacar belum?” Tanya Bunda dengan raut wajah yang serius. “Bun, bahas ininya nanti aja, ya? Qiqi berangkat. Assalamualaikum..” Ucapnya menjauhi pertanyaan yang mematikan itu, menurutnya. “Bun, Karina juga, ya? Assalamualaikum..” Ucap Karina mencium pipi sang Bunda. “Berangkat sama siapa?” Tanya Bunda memastikan. “Tika! Assalamualaikum!” Ucap Karina memberi salam lagi. “Waalaikumsalam. Hati hati!” Jawab Bunda sedikit berteriak. Karena Karina sudah berada di ambang pintu. Karina melambaikan tangannya, yang di sambut hangat sang Bunda.
“Udah lama nunggu?” Tanya Karina pada sahabat kecilnya itu. “Baru kok. Yuk?” Ajak Tika menyodorkan helmnya pada Karina. Karina mengangguk.
‘Dear buku kesanyangan,
Kamu tahu? Hari ini adalah hari lahirku yang kesekian kali. Doaku hari ini adalah, aku ingin suatu hari nanti aku bisa menemukan sosok yang aku rindukan. Yang selama 4 tahun lalu menghilang.
Semoga Allah mengizinkan aku untuk bisa mendapatkan penggati dia. Dia yang pernah memberikanku pelangi.’
“Hayooo! Nulis apaa? Pasti soal cinta, ya?” Ucap Tika yang membuat Karina kaget dan segera menutup buku hariannya. “Apaan sih, Tik! Ngagetin deh!” Sergah Karina dengan sedikit kaku. Tawa Tika pecah saat melihat wajah gugup sahabatnya itu. “Yaudahlah! Mending kita makan! Perut gue keroncongan nih dari tadi..” Pinta Tika dengan wajah yang memohon. Kali ini Karina yang tertawa kegelian. “Iyaa.. ayoo!” Jawab Karina yang segera menutup tas sekolahnya. “Rin, Kenapa sih lo selaluuu aja bawa buku harian, lo? Emang seprivate apa sih di dalam buku itu?” Tanya Tika penasaran. “Kepo lo!” Timpal Karina datar. Membuat Tika mengerucutkan bibirnya yang kecil.
“Tik, lo liat buku kesayangan gue gak?” Tanya Karina sembari mengecek ke dalam tasnya sibuk. “Yang mana?” Tanya Tika berbalik. “Itu loh.. buku yang suka gue bawa bawa! Ke mana, ya? Jangan jangan ilang tuh buku? Jangan sampe deh!” Ucap Karina menerka nerka. “Bukannya dari tadi lo peluk peluk, ya? Masa iya ilang!” Jawab Tika tak percaya. “Iyaa.. Tapi tadi gue kan ke kamar mandi dulu. Gue kebelet. Jangan jangan bukunya ketinggalan di sana?!” Ucap Karina sedikit teriak. “Kita cek, Tik! Ayukk!” Ajak Karina menarik tangan Tika kencang.
“Ada?” Tanya Tika saat melihat Karina keluar. Dengan wajah kecewa ia berkata, “Bukunya gak ada..” Jawabnya dengan suara yang parau. Tika memeluk Karina sayang. “Gue yakin buku lo gak ilang. Pasti buku lo ada yang beresin atau ada yang kasih ke guru piket untuk nyebarin buku yang ilang dari pemiliknya.” Ucap Tika menenangkan. “Tapi sampai saat ini pengumumannya belum kedenger, Tik!” Jawab Karina putus asa. “Jangan putus asa kayak gini dong, Rin! Ini bukan Karina yang gue kenal! Karina yang gue kenal dia itu kuat, gak lemah! Ini bukan Karina, ya?” Ucap Tika berpura pura tak mengenal Karina. “Tik, gue takut buku gue dibaca orang..” Ucap Karina tiba tiba. “Emang ada tulisan apa?” Tanya Tika penasaran. “Cowok yang gue suka.” Jawab Karina pelan tapi masih bisa terdengar oleh telinga Tika. “Apa?! Kenapa gak cerita ke gue aja kalo soal itu?!” Tanya Tika sedikit mengintrogasi. “Gue malu.” Jawab Karina singkat. “Ya ampun, Rin, Rin… gak abis pikir gue!” Ucap Tika heran dengan tingkah Karina sahabatnya. “Menurut gue itu adalah aib gue yang gak boleh orang lain tau. Makanya gue gak bilang sama lo, bahkan nyokap gue juga gak tau..” Lanjut Karina masih menunduk. “Pokoknya kita harus temuin buku itu! Sebelum buku itu ada yang nemuin atau dibaca isinya sama orang!” Ucap Tika bersemangat. Mata Karina berpijar.
Cerpen Karangan: Hana Nur A
Facebook: Hana Nur Aini

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.